Jumat (8/3/19) bertempat di Ruang Rapat lantai 2 Pusat Sejarah TNI, Jl. Gatot Subroto No. 16 Jakarta Selatan diadakan FGD dengan tema “Bagaimana Strategi dan Upaya untuk Mewujudkan Generasi Muda yang Cinta dan Bangga Sejarah”. FGD dibuka langsung oleh Kepala Pusat Sejarah TNI Brigjen Prantara Santosa, S.Sos., M.Si., M.Tr. (Han) dan dimoderatori Letkol Caj Dr. Kusuma, M.Si.
Dalam sambutannya Prantara mengingatkan bahwa generasi muda mengalami ancaman ditengah maraknya pengaruh asing. “Munculnya kegalauan dan sikap oportunistis generasi muda pada saat ini salah satu penyebabnya adalah distorsi nasionalisme dan pengikisan jiwa patriotisme karena gempuran budaya dari luar, ungkap Prantara”. Ia juga memperkenalkan Generasi Muda yang Cinta dan Bangga Sejarah disingkat Genta Bangsa sebagai salah satu solusi dalam memberikan pijakan dan membentengi terutama para milenial dari pengaruh budaya asing.
Turut hadir sebagai narasumber Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma, Sejarawan UI Ghamal Satya Mohammad, Ketua Komunitas Historia Indonesia Asep Kambali, dan Pegiat Sejarah Negarawan Muda DKI Jakarta Abdul Malik Raharusun.
Sumardiansyah memaparkan mengenai posisi kurikum pendidikan dalam pembentukan karakter bangsa yang pengejawantahannya dilakukan melalui guru sejarah dan mata pelajaran sejarah. “Sejarah Indonesia dibangun berlandaskan filosofi perrenialisme dengan harapan muncul rasa bangga terhadap masa lalu bangsa. Fakta sejarah yang terkait dengan peristiwa penting maupun tokoh yang memberikan keteladanan harus diajarkan melalui ruang-ruang kelas”.
Menurut Sumardiansyah, sejarah dewasa ini tidak melulu bersifat pengetahuan atas fakta dan konsep (historical knowledge), melainkan juga membentuk keterampilan berpikir, menulis, dan berkisah (historical skills), serta membangun kesadaran sejarah (historical awareness). Pada titik keseimbangan inilah sejarah akan terasa bermakna dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan di dunia nyata.
Patut dicatat sejak awal Republik ini didirikan, arah perjalanan bangsa yang dirancang melalui kurikulum selalu berkaitan erat dengan kepentingan ideologis yang tersisipkan melalui mata pelajaran sejarah, tegas Sumardiansyah.
Ghamal melihat sejarah harus dibangun melalui basis riset yang kuat sehingga objektivitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Sejarah itu akan menarik jika keingintahuan atas masa lalu dimulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Sejarah adalah unsur penting yang membentuk kita sebagai sebuah bangsa. Sejarah perlu dipopulerkan dengan cara-cara yang kreatif. Penyelenggaraan kegiatan dirancang secara profesional dengan menggunakan museum ataupun tempat-tempat bersejarah melalui program modernisasi/digitalisasi museum, jelajah, games, maupun menginap dirasa dapat memberikan pengalaman yang berbeda, ujar Asep.
Dalam pandangan Abdul Malik, pengajaran sejarah harus berbasis pada aktivitas siswa. Pengalaman siswa dalam mengerjakan berbagai proyek dan mengunjungi situs-situs bersejarah kemudian mendiskusikan berbagai hal terkait masa lalu dirasa dapat meningkatkan keperdulian siswa terhadap sejarah.
Genta Bangsa yang diinisiasi oleh Pusat Sejarah TNI adalah hal yang patut diapresiasi dan didukung pelaksanaannya. Pasca runtuhnya orde baru, streotipe terhadap TNI sebagai akibat dari pola militeristik yang dijalankan oleh pemerintah orde baru masih terngiang dalam pandangan sebagian masyarakat Indonesia. Akibatnya kita seolah-olah melupakan sejarah bahwasanya TNI dibentuk bersamaan dengan lahirnya Republik Indonesia. TNI sudah terbukti ikut berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan, serta menjaga NKRI dari ancaman disintegrasi.
Dewasa ini TNI sudah mengalami transformasi baik dari sisi institusi maupun pendekatannya kepada masyarakat. Langkah Pusat Sejarah TNI merangkul berbagai pihak dalam mensukseskan Genta Bangsa memperlihatkan wajah TNI yang terbuka, bersahabat, dan perduli terhadap masa depan bangsa.