Oleh: Joni, M.Pd
Guru Sejarah SMA Negeri 6 Samarinda
Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia Kalimantan Timur
Dalam dua minggu ini guru sejarah se-Indonesia dihebohkan dengan beredarnya draft penyederhanaan kurikulum 2020, entah bagaimana Draft Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada tanggal 25 Agustus 2020 yang sifatnya rahasia negara ini bisa bocor beredar luas di masyarakat melalui media sosial. Draft penyederhanaan kurikulum 2020 tidak hanya membuat heboh tetapi juga melukai perasaan guru sejarah. Bagaimana tidak negara sebesar Indonesia ini mata pelajaran pelajaran sejarah akan direduksi bahkan akan ada upaya untuk dihilangkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui rencana penyederhanaan kurikulum 2020.
Di negara-negara maju seperti USA, Jepang, Jerman, Korsel, Inggris dan Finlandia mata pelajaran sejarah merupakan mata pelajaran utama yang diajarkan bahkan sejak Sekolah Dasar (SD), karena sejarah adalah mata pelajaran yang bisa membangun nasionalisme suatu bangsa. Bagaimana bisa peserta didik akan tumbuh nasionalisme atau kecintaan dan kebanggaan pada negaranya jika dia tidak mengetahui kebesaran perjalanan bangsanya. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Ir. Soekarno pada peringatan hari Pahlawan 10 Nopember 1961, saat pidato, Ir. Soekarno berkata “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya”. Sudah saatnya kita mengingat, menghargai, dan belajar dari tokoh bangsa dimasa lalu, untuk membangun generasi muda Indonesia yang lebih baik. Juga menarik kita bisa meminjam kutipan dari Franklin D. Roosevelt “Kita tidak selalu bisa membangun masa depan untuk generasi muda, tapi kita dapat membangun generasi muda untuk masa depan”.
Begitu pentingnya sejarah ini bagi suatu bangsa Ir. Soekarno bahkan membuat Semboyan yang disampaikan dalam pidatonya yang terakhir pada HUT RI tanggal 17 Agustus 1966 “jangan sekali-kali meninggalkan sejarah (jas merah)”. Menurut Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, M.A guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sebagai ketua perancang Kurikulum 2013 mengatakan bahwa sejarah itu dapat mengembangkan jati diri bangsa, bisa mengembangkan nasionalisme produktif, mengembangkan kepedulian sosial bangsa, mengembangkan keteladanan dan karakter dari para tokoh, serta mengembangkan inspirasi dan kreativitas. Berdasarkan pemikiran Prof. Hamid ini seharusnya sejarah itu bisa dijadikan alat atau sarana sebagai filter bagi bangsa Indonesia yang saat ini sedang mengalami krisis multidimensional dan degradasi moral. Artinya matapelajaran sejarah itu sangat penting bukan seharusnya dikurangi apalagi mau dihilangkan. Sejarah adalah pengalaman, dengan belajar sejarah orang akan menjadi bijaksana. “Jangan jatuh dua kali pada lubang yang sama”, maka belajarlah pada sejarah. Seperti kata Cicero yang selalu mengungkapkan “historia vitae magistra” bahwasanya sejarah adalah guru kehidupan.
Posisi mata pelajaran sejarah pada draft penyederhanaan Kurikulum 2020
Mata pelajaran sejarah pada jenjang SMA di Kurikulum penyederhanaan 2020 mengalami pereduksian, jika di kurikulum 2013 matapelajaran sejarah di SMA menjadi kelompok mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan sedangkan di kurikulum penyederhanaan 2020 mata pelajaran sejarah hanya merupakan mata pelajaran pilihan, artinya secara implisit mata pelajaran sejarah bisa saja dipilih atau tidak dipilih oleh peserta didik karena tidak ada kewajiban untuk mempelajarinya. Pada kelas X SMA mata pelajaran sejarah diintegrasikan atau menjadi bagian dari kelompok pelajaran IPS. Artinya guru sejarah dalam satu tahun harus berbagi dengan mata pelajaran IPS lainnya seperti Ekonomi, Geografi dan Sosiologi. Pada jenjang Kelas XI dan kelas XII SMA mata pelajaran sejarah menjadi mata pelajaran pilihan di jurusan IPS, dengan ketentuan akan diajarkan jika dipilih oleh peserta didik. Keadaan lebih buruk mata pelajaran sejarah terjadi di SMK. Di kurikulum penyederhanaan 2020 mata pelajaran sejarah SMK hampir bisa dikatakan dihapuskan atau dihilangkan karena tidak ada di struktur kurikulum. Di kelas X SMK hanya ada mata pelajaran pilihan IPA atau IPS.
Tanggapan dari guru sejarah
Beredarnya draft penyederhanaan kurikulum 2020 yang mereduksi mata pelajaran sejarah mendapat tanggapan dari berbagai pihak terutama guru sejarah. Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) sebagai wadah organisasi guru sejarah Indonesia memberikan tanggapan keras terhadap penyederhanaan kurikulum ini. Dimotori Presiden AGSI Sumardiansyah P. Kusuma, beberapa tindakan yang diambil menanggapi hal ini antara lain : pertama, membuat petisi kepada Presiden Joko Widodo agar tidak mereduksi matapelajaran sejarah, dimana petisi ini sampai sekarang sudah ditandatangani kurang lebih dua puluh lima ribu orang. Kedua, mengadakan berbagai webinar dengan mengundang pejabat terkait yang terlibat dalam perumusan kurikulum antara lain Ketua Tim Perumus Kurikulum 13, Kepala Puskurbuk, Kepala Balitbang maupun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Ketiga, mengusahakan agar diadakan audiensi antara AGSI dengan Menteri Pendidikan Republik Indonesia membicarakan mengenai penyederhanaan kurikulum 2020 khususnya mengenai mata pelajaran sejarah.
Tanggapan juga muncul dari para dosen dan akademisi perguruan Tinggi. Diantaranya dari Ikatan Alumni Pendidikan Sejarah UPI, Perkumpulan Prodi Pendidikan Sejarah Indonesia (P3SI), Perkumpulan Prodi Sejarah se Indonesia (PPSI), Masyarakat Sejawaran Indonesia (MSI), Program Studi Pendidikan Sejarah FIS Universitas Negeri Jogyakarta dan lain-lain. Pada intinya meminta agar mata pelajaran sejarah di penyederhanaan kurikulum 2020 tidak direduksi dan tetap menjadi mata pelajaran wajib di semua jenjang baik di SMA/MA/SMK.
Dari kalangan masyarakat umum muncul berbagai tanggapan, tidak kurang dari Anggota DPR RI Dr. Fadli Zon, M.Sc, beliau membuat pernyataan sikap bahwa matapelajaran sejarah sangat penting bagi pembentukan kenasionalan bangsa Indonesia, untuk itu beliau mengingatkan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar tidak gegabah mereduksi atau menghapus mata pelajaran sejarah. Selain itu muncul juga reaksi dan sikap dari Komisi X DPR RI yang dibacakan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifuddin yang mendesak Kemendikbud agar mata pelajaran sejarah tetap menjadi matapelajaran wajib pada setiap jenjang Pendidikan.
Polemik Penyederhanaan Kurikulum 2020
Menilik perumusan draft penyederhanaan kurikulum 2020 sehingga beredar luas seperti sekarang ini menjadi sebuah pertanyaan besar. Proses perumusan dan perancangan penyederhanaan kurikulum 2020 tidak melibatkan berbagai unsur baik dari akademisi, praktisi Pendidikan, organisasi profesi dan tim perumus kurikulum. Hal ini dibuktikan dari pernyataan Ketua Tim Perancang Kurikulum 2013 Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, M.A dalam sebuah webinar yang digagas oleh UPI bekerjasama dengan AGSI “Matinya Sejarah, Kritik Atas Rancangan Kurikulum 2020” pada hari kamis 17 September 2020, beliau mengatakan tidak pernah dilibatkan dalam perumusan dan perancangan penyederhanaan kurikulum ini. Begitu juga yang disampaikan oleh Sumardiansyah P. Kusuma selaku Presiden AGSI sebagai anggota Tim perancang Kompetensi Dasar sejarah kurikulum 2013 dalam kesempatan yang sama merasa kecolongan atas beredarnya penyederhanaan kurikulum 2020 ini karena beliau tidak pernah dilibatkan atau dimintai pendapat. Maman Fathurrohman, Ph.D kepala Puskurbuk Kemendikbud yang juga hadir dalam webinar tersebut mengatakan bahwa penyederhaan kurikulum 2020 dirancang oleh Tim khusus yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Seyogyianya perancangan dan perumusan sebuah kurikulum yang menyangkut kepentingan bangsa harus dilakukan secara professional dan harus melibatkan berbagai unsur.
Menanggapi berbagai respon dan tanggapan dari masyarakat tentang isu penyederhanaan kurikulum 2020 terutama isu mengenai pereduksian matapelajaran sejarah. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada 18 September 2020 melakukan siaran pers yang disampaikan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangang dan Perbukuan Totok Suprayitno, Ph.D bahwa sejarah akan tetap ada dikurikulum tidak akan pernah dihilangkan atau dihapus. Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, B.A, M.B.A pada tanggal 19 September 2020 melalui akun Instagram pribadinya melakukan klasifikasi langsung bahwa sejarah akan tetap ada dalam kurikulum dan tidak akan pernah dihapus atau dihilangkan. Mengenai draf penyederhanaan kurikulum 2020 yang beredar luas tersebut hanyalah salah satu model yang masih perlu diuji publik dan didiskusikan lebih lanjut.
Namun mengkritisi pernyataan dari kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ini sifatnya masih umum dan masih berupa bahasa politis artinya masih perlu pengawalan dari pihak terkait agar komitmen ini betul-betul diwujudkan dalam satu kebijakan. Diperkuat lagi dalam webinar yang digagas oleh AGSI pada hari minggu 27 September 2020 “urgensi dan posisi mata pelajaran sejarah dalam bangunan keindonesiaan” saat itu mengundang Mendikbud namun diwakilkan oleh Sekretaris Dirjen GTK Prof. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd beliau meyakinkan bahwa draft Penyederhanaan Kurikulum 2020 dimaksudkan untuk masa khusus pandemi Covid-19. Jadi Kemendikbud belum ada niat untuk melakukan perubahan kurikulum tahun 2020 apalagi melakukan perubahan terhadap matapelajaran sejarah. Semoga ini menjadi angin segar bagi semua guru sejarah bahwa mata pelajaran sejarah tetap akan menjadi mata pelajaran wajib/utama di semua jenjang SMA/MA/SMK.
Tuntutan AGSI
Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Sumardiansyah P Kusuma mengatakan, organisasinya memperjuangkan agar mata pelajaran sejarah tetap ada karena sejarah mengikat bangsa Indonesia. “Kami tidak serta merta memikirkan diri kami sendiri. Boleh dicek di berbagai media atau dokumen, tidak pernah kita menuntut sertifikasi atau rebutan jumlah jam mengajar,” ujar Sumardiansyah dalam webinar soal urgensi dan posisi mapel sejarah, Minggu (27/9). “Kita lihat betapa fungsi sejarah sangat penting dalam melahirkan bangsa ini dan mengikat bangsa ini, kita akan sadar sejarah itu penting,” lanjut dia.
Menurut Sumardiansyah, bangsa Indonesia lahir dari masa lalu. Mulai dari Kerajaan Hindu, Budha lalu Islam hingga ke era Reformasi. Catatan sejarah ini menyatukan dan mengikat seluruh rakyat Indonesia sebagai sebuah bangsa. Hal-hal inilah yang harus diperjuangkan dalam pendidikan mata pelajaran sejarah. “Artinya kita sepakat ada dalil-dalil kebangsaan yang kita perjuangkan lebih dari sekadar mata pelajaran,” kata dia (Kumparan, 27 September 2020, Pukul 22.12).
Polemik tentang Penyederhanaan Kurikulum 2020 terutama reaksi guru sejarah terhadap reduksi mata pelajaran sejarah di SMA dan penghapusan mata pelajaran sejarah di SMA, sempat dibayangi kabar tidak sedap. Beberapa pihak menuding bahwa guru sejarah yang tergabung dalam Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) bereaksi keras karena takut akan kehilangan pekerjaan terutama akan kehilangan sertifikasi. Hal ini tentu perlu diluruskan agar tidak menjadi preseden buruk bagi guru sejarah. Apalagi ada yang mengatakan bahwa mata pelajaran sejarah wajar dihapuskan karena merupakan matapelajaran yang membosankan. Tentu tuduhan semacam ini merupakan tuduhan yang sangat tidak mendasar. Tuntutan guru sejarah agar tidak mereduksi dan bahkan menghapuskan mata pelajaran sejarah di kurikulum nasional semata-mata diperjuangkan untuk kepentingan bangsa dan negara di masa depan, urgensinya seperti disampaikan pada bagian awal tulisan ini. Hal ini bisa dibuktikan pada dokumen tuntutan AGSI baik dalam landasan pemikiran petisi yang diajukan kepada presiden maupun rekomendasi yang disampaikan dalam berbagai webinar.
Tuntutan dan rekomendasi AGSI yang didukung oleh P3SI, PPSI dan MSI yang disampaikan dalam webinar minggu 27 September 2020 “urgensi dan posisi mata pelajaran sejarah dalam bangunan keindonesiaan” adalah sebagai berikut : AGSI menuntut (1) batalkan draft Penyederhanaan Kurikulum dan Assesmen Nasional (2) Tempatkan mata pelajaran sejarah Indonesia dalam kelompok wajib dengan jumlah proporsional, yang diberikan untuk semua anak bangsa di semua kelas dan jenjang. Rekomendasi AGSI : (1) Gotong Royong menjadikan mata pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran yang berbasis pada pendekatan multidimensional dengan berorientasi pada keterampilan berpikir dan kesadaran sejarah (2) Melibatkan akademisi, praktisi dan organisasi profesi dalam setiap kajian dan pengambilan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan bidang kesejarahan.
Sebagai penutup dalam tulisan ini semoga berbagai polemik, perdebatan, dan diskusi mengenai Penyederhanaan kurikulum 2020 terutama berkaitan dengan mata pelajaran sejarah menjadi bahan masukan dan kajian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuat kebijakan perubahan kurikulum yang berorientasi terhadap keharmonisan dan kemajuan bangsa. Semoga bermanfaat. Salam Jas Merah.