AGSI Jogja Diajak FGD Usulan 1 Maret Hari Besar Nasional

Peristiwa Serangan Oemoem 1 Maret 1949 merupakan peristiwa yang sangat penting dalam perjalanan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sayangnya, karena dianggap sering dipolitisasi oleh mantan presiden Soeharto, seakan peristiwa ini dilupakan. Karenanya, Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta, Kamis (12/12) di Ruang Bima Dinas Kebudayaan DIY Jalan Cendana No. 11 Yogyakarta menginisiasi digelarnya FGD (Focus Group Discussion) dengan tema “Pengusulan 1 Maret 1949 Sebagai Hari Besar Nasional”.

Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Aris Eko Nugroho, dalam sambutan menuturkan bahwa sudah beberapa tahun terakhir ini pihak pemerintah DIY mengusulkan agar peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 dijadikan sebagai “Hari Penegak Kedaulatan”. “Pemerintah pusat sudah memberikan lampu hijau sehingga perlu adaya sinergi potensi kesejarahan yang ada di Yogyakarta untuk terus mensosialisasikan Serangan Umum 1 Maret 1949 di tingkat daerah dan nasional. Untuk itulah Pembinaan dan Pengembangan Kesejarahan Dinas Kebudayaan Provinsi DIY mengagendakan FGD pengusulan 1 Maret 1949 sebagai hari besar nasional” jelas Aris.

AGSI (Asosiasi Guru Sejarah Indonesia) Provinsi DIY diundang dalam FGD ini bersama komunitas Djogjakarta 45, komunitas 24-2-49, MGMP Sejarah SMA/SMK/MA kota dan kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk menggali potensi sejarah lokal tentang Serangan Umum 1 Maret 1949, sengaja dihadirkan Kepala Dinas Kapupaten Sleman, Bantul, dan Kulonprogo atau yang mewakili untuk menarasikan sejarah lokalnya diseputar Serangan Umum 1 Maret 1949 baik sebelum maupun pascaaksi Serangan Umum 1 Maret.

Standing Aplaus untuk Veteran

Yang paling menarik, adalah panitia sengaja menghadirkan seorang veteran pejuang ibu Juwariyah dan Prof. Sri Margana, kepala Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada. Moderator dibawakan oleh Agus Tony dari pengurus AGSI DIY. Ibu Juwariyah menuturkan pengalamannya sebagai saksi sekaligus pelaku sejarah sebagai petugas kesehatan yang juga didapuk sebagai kurir sejak usia 15 tahun. Ceritanya kocak dan menghibur seperti laiknya menceriterakan kepada anak cucunya sehingga mengundang gelak tawa para hadirin. Walaupun sudah berusia 85 tahun tetapi tuturan sejarahnya masih dapat mengungkap dengan jelas tokoh-tokoh pejuang yang berinteraksi dengannya maupun tempat perjuangan. Atas dedikasinya, keuletan, dan semangat yang sudah diusia senja untuk memberi suntikan kepada generasi muda agar selalu cinta sejarah bangsanya para hadirin memberikan standing applause (tepuk tangan sambil berdiri) kepada ibu Juwariyah.

Agar goal serangan umum 1 Maret 1949 dijadikan sebagai “Hari Penegak Kedaulatan” Prof. Sri Margana memberikan masukan-masukan agar serangan ini dapat tersosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat. “Serangan ini merupakan peristiwa sejarah yang lain daripada yang lain karena dalam kisah itu ada simbul bersatunya antara pemimpin sipil, militer, tentara, rakyat, petani, wanita sampai pada memobilisasi dapur umum. Serangan 1 Maret juga seperti bola salju yang menggilas apapun yang ada dihadapannya. Efek serangan itu membuat Belanda tampa daya dan menaikkan posisi tawar pemerintah Indonesia sehingga hadir perundingan Roem-Royen, KMB dan berujung pada pengakuan kedaulatan Republik Indonesia. Hal ini harus tersosialisaikan” ujar Prof Sri.

Ia juga menambahkan bahwa sosialisasi bisa dalam bentuk mengadakan Festival 1 Maret yang melibatkan pelajar di DIY dalam berbagai lomba kreatifitas yang mengadaptasi Serangan Umum 1 Maret. Untuk masyarakat umum juga dimaksimalkan dengan kethoprak atau wayang tentang Serangan 1 Maret sehingga masyarakat semakin tahu tentang arti pentingnya serangan 1 Maret untuk kelangsungan berdirinya bangsa Indonesia pada waktu itu.

“Sosialisasi serangan 1 Maret tidak berhenti pada lingkup DIY tetapi juga harus merambah ke tingkat nasional misalnya mengikutsertakan provinsi-provinsi atau daerah yang ada kaitannya dengan revolusi fisik 1945-1950 seperti tempat-tempat pengasingan Sukarno-Hatta di Brastagi, Bangka dan daerah lain untuk diundang dalam seminar nasional tentang serangan 1 Maret 1949. Melibatkan para kademisi untuk menulis serangan 1 Maret di harian nasional” tambahnya.

Upaya lain tambah Prof Sri, juga bisa menghadirkan tokoh-tokoh nasional untuk berbicara di televisi nasional agar Serangan bersejarah ini semakin dikenal oleh masyarakat Indonesia. “Upaya-upaya sosialisasi itu dilakukan untuk menambah daya gaung agar serangan 1 Maret 1949 dikenal baik di tingkat daerah, nasonal bahkan internasional”pungkasnya.

Author: Heni Purwono

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *