Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggandeng Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) untuk menggelar kegiatan Trainer of Trainer (ToT) Salam Pancasila bagi 75 guru se Jawa, Minggu (20/10) bertempat di Hotel Hermitage Menteng Jakarta. Direktur Pembudayaan Pancasila BPIP Irene Camelyn Sinaga saat membuka acara mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan membudayakan Pancasila agar terinternalisasi di masyarakat, utamanya siswa sekolah menengah. “Mari kita memperkokoh Pancasila sebagai akar falsafah kebangsaan, kita wariskan apa arti bernegara sehingga kuat akar bernegara para siswa” ajak Irene.
Ia mengatakan, Salam Pancasila digali dari Salam Nasional berdasar Maklumat Pemerintah pada 31 Agustus tahun 1945, sebagai sapaan saling menghormat dengan tangan kanan diangkat setinggi telinga dan jari lima berjajar. “Kalau dulu pekiknya merdeka, kalau sekarang pekiknya Salam Pancasila sebagai upaya kita untuk membudayakan Pancasila” jelasnya.
Sementara itu Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma mengatakan, guru sejarah memiliki peran strategis dalam pembudayaan Pancasila dikalangan peserta didik. Hal itu karena sejarah memiliki dimensi keberlanjutan. “Nilai Pancasila bukanlah suatu hal yang baru, ia sudah lahir sejak keberadaan bangsa dan negara ini. Hanya saja memang kita perlu terus menggalinya. Dalam kehidupan kekinian kita perlu melihat kontekstualitas Pancasila, dan selanjutnya secara futuristik kita memandang sejauh mana Pancasila dapat menjawab tantangan di masa depan. Jadi dalam pembelajaran sejarah, membicarakan Pancasila di dalam kelas secara utuh dapat menggunakan pendekatan tiga fase: masa lalu (past), masa kini (present) dan masa depan (future). Kita ajak peserta didik berpikir imajinatif kearah ke situ, agar sejarah Pancasila tidak hanya sebatas hafalan semata” jelasnya.
Sejarah resmi dan pendekatan lokal
Kaitannya dengan itu, tambah Sumardiansyah, guru sejarah adalah ujung tombak penanaman nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa. Ia ingin agar pembelajaran sejarah Pancasila dibangun dari narasi dan sumber-sumber yang otentik formal atau official history agar sejalan dengan apa yang diinginkan negara dalam rangka pembentukan karakter bangsa, namun hal ini perlu dikomparasikan dengan peristiwa lokal menyangkut perjalanan Pancasila. “Kita ingin misalnya, buku-buku teks sejarah di sekolah-sekolah dalam bab tentang Pancasila, memuat tentang bagaimana Sukarno merenungkan dasar negara itu di Ende Flores, tentu harapannya para peserta didik atau nasyarakat lokal di Flores menjadi semakin merasa memiliki Pancasila karena prosesnya salah satunya berasal dari sana. Atau di Banjarnegara, ada tokoh anggota BPUPK Sumitro Kolopaking Purbonegoro, tentunya akan semakin menguatkan Pancasila sebagai milik bersama, dimana Banjarnegara menjadi bagian didalamnya” tandasnya.
Untuk pengimbasan program Salam Pancasila sendiri nantinya para guru yang mengikuti ToT akan memberikan pelatihan percontohan di beberapa titik di Jabodetabek. “Untuk tahap awal hanya di Jabodetabek. Kalau berhasil, maka akan kita laksanakan di seluruh Indonesia. Kita sudah membuat konsep dan desain pelatihannya, dan kita uji cobakan dalam ToT ini. Agar kegiatan seperti ini tidak menjadi pengulangan Penataran P4 di masa lampau. Kita buat semenarik mungkin untuk generasi millennial, dan kita tekankan tentang perwujudan nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari” pungkasnya.