UU No. 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan mengamanatkan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk menyelenggarakan Sistem Informasi Kearsipan Nasional (SIKN) dan Jaringan Informasi Kearsipan Nasional (JIKN). Penyelenggaraan SIKN dan JIKN juga merupakan bagian dari Program Prioritas Nasional (Nawacita).
Orientasi penyelenggaraan SIKN dan JIKN adalah memberi fasilitas akses masyarakat terhadap informasi kearsipan yang terbuka dengan pengelolaan oleh semua lembaga publik di pusat dan daerah. Keterbukaan dalam pengelolaan arsip juga merupakan bagian dari pelaksanaan Open Government di Indonesia.
Sebenarnya Indonesia bisa dikatakan lebih maju daripada Amerika Serikat dalam hal keterbukaan arsip. Di Amerika Serikat, pemerintah membuka semua informasi negara setelah arsip berusia 30 tahun. Sedangkan di Indonesia, masyarakat berhak memperoleh informasi negara setelah arsip berusia 25 tahun. Namun menariknya, ada catatan khusus terkait pembukaan arsip tersebut, biarpun sudah melewati usia 25 tahun dan jika menyangkut keamanan serta stabilitas nasional, pemerintah pun berhak untuk menutup arsip tersebut.
Dalam mendukung keterbukaan arsip maka ANRI merasa perlu melibatkan peran serta masyarakat, terutama kelompok profesi, untuk peningkatan efektivitas penyelenggaraan SIKN dan JIKN.
Kelompok profesi yang menjadi Pilot Project dalam program ini antara lain Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI), Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI), Forum Program Studi Diploma Kearsipan dan Perpustakaan Indonesia-Universitas Indonesia (FPDKP-UI), dan Universitas Terbuka (UT).
Rangkaian dari kegiatan ini dimulai pada Foccus Grup Discussion (FGD) yang diselenggarakan pada 2 Mei 2018 di Gedung ANRI. FGD ini dibuka sekaligus dipimpin oleh Kepala Pusat SIKN dan JIKN, Desi Pratiwi, M.Hum. Hadir sebagai narasumber antara lain Sumardiansyah Perdana Kusuma (AGSI), Dr. Andi Achdian, M.Si (MSI), Dyah Safitri, SIP, M.Hum (FPDKP-UI), dan Siti Samsiyah, M.Si (UT). FGD ini merupakan brainstorming, penyamaan persepsi, serta indentifikasi permasalahan yang terkait dengan penyelenggaraan SIKN dan JIKN.
Sebagai tindak lanjut dari FGD, pada 5 Mei 2018 diadakan workshop Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan SIKN dan JIKN, bertempat di Hotel Cosmo Amaroossa, Jakarta Selatan, dengan mengundang narasumber dan peserta yang mewakili kelompok profesi. Workshop ini dibuka oleh Deputi Bidang Informasi dan Pengembangan Sistem Kearsipan, Drs. Imam Gunanto, M.Hum.
AGSI sebagai narasumber workshop diwakili langsung oleh Sumardiansyah Perdana Kusuma selaku Presiden AGSI, dan ditemani oleh beberapa pengurus antara lain: Drs. Suparman, S.H (Ketua AGSI Provinsi DKI Jakarta), Mariana, M.Pd (Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan), dan Drs. Moh. Shobirien (Anggota Departemen Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri).
Sumardiansyah dalam pemaparannya menitikberatkan pada Penguatan dan Pemanfaatan Arsip dalam Pembelajaran Sejarah. Pada kesempatan ini ia juga menyusun rencana kerja yang dinamakan Gerakan AGSI Ber-AKSI dalam bidang kearsipan, untuk menjadi bahan bagi penyelenggaraan SIKN dan JIKN.
Pada pengantar awalnya, Sumardiansyah mencoba mengurai perbedaan mendasar antara Ilmu Sejarah dengan Pendidikan Sejarah, jika Ilmu Sejarah berbasis Sains Knowledge, maka Pendidikan Sejarah basisnya adalah Pedagogical Content Knowledge, ditambah ada Value yang mengikatnya.
Dalam menunjang Ilmu Sejarah dan Pendidikan Sejarah, arsip dapat dilihat dari dua paradigma yaitu, arsip sebatas dokumen (benda mati yang biasanya diburu oleh Sejarawan sebagai sebuah sumber primer) dan arsip sebagai ilmu pengetahuan (benda hidup yang di dalamnya terkandung isi, konteks, serta struktur yang kaya akan berbagai informasi dan penafsiran). Aktualisasinya di dunia pendidikan, Guru Sejarah perlu membangun paradigma arsip sebagai ilmu pengetahuan, sehingga selaras dengan konsepsi Pedagogical Content Knowledge-Value.
Sumardiansyah juga menambahkan, pemanfaatan arsip perlu terintegrasi dalam kurikulum, Guru Sejarah perlu mengembangkan pembelajaran sejarah berbasis arsip, dan menggunakan arsip sebagai sumber belajar sejarah. Secara implementatif hal yang penting yaitu: Guru perlu membuat analisis Kompetensi Dasar (KD) serta memetakan arsip-arsip relevan yang menunjang pencapaian KD; tersedianya suplemen dan/atau media pembelajaran khusus berisikan arsip perjalanan sejarah Indonesia atau sejarah dunia yang disusun secara kronologis maupun tematis; dan instansi pemerintah (ANRI, Perpustakaan Nasional) memberikan kemudahan akses bagi Guru dalam memperoleh arsip cetak maupun arsip digital.
Sedangkan untuk Gerakan AGSI Ber-AKSI, AGSI memberikan beberapa gagasan antara lain: (1) Sosialisasi serta kampanye SIKN dan JIKN bagi Guru dan Siswa, dalam hal ini bisa difokuskan pada OSIS; (2) Pelatihan Arsiparis tingkat dasar dan bersertifikat bagi Guru, sehingga keberadaan Guru tidak sebatas objek, melainkan sebagai subjek yang terlibat aktif dalam SIKN dan JIKN; (3) Menghimpun arsip, terutama situs-situs sejarah yang tersebar di lingkungan sekitar guna menunjang pembelajaran sejarah di ruang-ruang kelas; (4) Menyusun suplemen cetak maupun digital berisikan arsip—arsip yang relevan dalam menunjang pembelajaran sejarah; (5) Memperkaya arsip dengan pendekatan teknologi, seperti pembuatan website antar jejaring, misal antara web ANRI, AGSI, dan MSI bisa terhubung satu sama lain; (6) Pembuatan Virtual Clasroom, dimana ANRI dapat terhubung secara daring dengan Guru dan Siswa dalam proses pembelajaran yang memanfaatkan arsip; (7) Penyediaan media kearsipan yang menunjang pembelajaran di pendidikan khusus untuk kaum difabel; (8) ANRI harus rutin mengundang dan memfasilitasi sekolah-sekolah untuk terlibat aktif dalam kunjungan, diskusi interaktif, serta lomba-lomba yang diselenggarakan oleh ANRI. Semua ini perlu dipikirkan dan disikapi secara serius oleh berbagai pihak. Antara AGSI, MSI, Perguruan Tinggi, dan ANRI perlu menindaklanjuti ini, tegas Sumardiansyah dan Pengurus AGSI lainnya.
Senada dengan itu, Dr. Andi Achdian, M.Si melihat perlu ada sinergi antara AGSI dengan MSI. Sejauh ini MSI sudah menyusun tema-tema kesejarahan hasil seminar 60 tahun MSI, tema-tema seperti sejarah perkotaan, sejarah sosial, politik agrarian, maritime, diplomasi, dan budaya popular menjadi hal yang menarik untuk diangkat atau disajikan dalam penelitian maupun pembelajaran sejarah.
MSI juga memberikan inisiasi keberadaan forum guru, yang di dalamnya ada pertukaran pengalaman pengajaran sejarah antara Sejarawan-Guru Sejarah, pelatihan dan peningkatan kapasitas tenaga kesejarahan, serta pengembangan modul pembelajaran sejarah yang memenuhi karakteristik ilmu dan pendidikan, tegas Andi.
Program SIKN dan JIKN ini bersifat jangka panjang dan berkesinambungan. Pertemuan lanjutan dalam menentukan langkah-langkah kedepan menjadi komitmen yang perlu disepakati bersama. Kebermanfataan dari program ini mutlak menjadi tujuan yang harus dicapai. Penandatangan lembar komitmen bersama antara AGSI, MSI, FPDKP-UI, UT, dan ANRI menjadi momentum peran serta masyarakat (organisasi profesi) dalam mensukseskan program SIKN dan JIKN.