Oleh: Sumardiansyah Perdana Kusuma, Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia, Tim Pengembang Program Pembinaan Organisasi Profesi Guru
Pemerintah Rencana Tiadakan CPNS Guru
Pada konferensi pers yang digelar daring di Jakarta, Selasa, 29 Desember 2020 Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Aria Wibisana menyampaikan Pemerintah melalui BKN, Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di 2021 perekrutan guru tidak lagi masuk formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), melainkan dalam formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebanyak 1 juta guru. Bima juga mengungkap kedepan pemerintah tidak akan lagi menerima guru dengan status CPNS, melainkan PPPK.
Berbagai Pertanyaan yang Muncul
Menjadi guru bukan pekerjaan mudah, bukan sekedar kecakapan teknis maupun mekanik, didalamnya ada dimensi intelektual, emosional, dan moral karena objek yang dihadapi adalah peserta didik (manusia) dengan segala kompleksitasnya. Pilihan menjadi guru erat kaitannya dengan panggilan jiwa. Bagaimana mungkin guru sebagai jabatan profesi, mulia, dan terhormat mendapatkan perlakuan diskriminatif dari pemerintah? Mengapa guru yang secara tanggung jawab memiliki tugas sangat berat yaitu mempersiapkan generasi masa depan melalui upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, harus diperlakukan seperti pekerja outsourcing? Kalau pemerintah beralasan CPNS guru dihentikan karena banyak guru mengajukan mutasi kemudian mempengaruhi distribusi nasional, apakah tepat menghentikan rekruitmen CPNS guru secara permanen?
Keresahan Nasional
Berbagai pertanyaan normatif yang diajukan harus mampu dijawab oleh Pemerintah sehingga kebijakan rekruitmen CPNS atau PPPK guru tidak membuat keresahan nasional di kalangan guru maupun calon guru yang sedang menempuh pendidikan di berbagai Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Untuk diketahui jumlah guru bukan PNS di Indonesia yang diterangkan oleh Kemendikbud dalam rapat dengar pendapat Komisi X DPR, 19 November 2020, dari jenjang TK, SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB berjumlah 1.509.324 orang ditambah guru bukan PNS dari Kementrian Agama sebanyak 617.467 orang. Situasi semakin rumit jika dihitung terdapat 5.998 program studi di LPTK dengan jumlah mahasiswa 1,480 juta yang setiap tahunnya terdapat 250 ribu lulusan. Harus diakui salah satu antusiasme orang mau menjadi guru dan menempuh pendidikan guru karena ruang untuk mengabdi kepada negara melalui jalur CPNS akan selalu terbuka. Kebijakan PPPK yang semula kita anggap baik karena akan memperkuat posisi guru dan mengakomodir aspirasi guru diatas usia 35 tahun dan lama mengabdi, namun tidak mungkin menjadi CPNS karena peraturan perundang-undangan, jangan sampai menjadi kontraproduktif karena digeneralisir Pemerintah sebagai solusi tunggal untuk memenuhi kebutuhan guru.
Beberapa Catatan untuk Pemerintah
Adapun beberapa catatan kritis dari kami yaitu:
- Menghimbau agar pemerintah secara komprehensif dan bijak mengkaji kembali rencana menghilangkan rekruitmen CPNS guru secara permanen.
- Kategori CPNS dan PPPK adalah dua hal berbeda. Kami berharap agar PPPK dijalankan secara lex spesialis, khusus bagi kalangan guru bukan PNS yang sudah berusia diatas 35 tahun dan lama mengabdi sebagai guru agar memperoleh kesempatan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
- Formasi CPNS guru agar tetap dibuka, selain tes jalur umum, perlu dibuka tes jalur khusus dengan beberapa kategori: (1) Bagi guru yang sudah mengabdi sebagai honorer/K2/KKI dengan usia dibawah 35 tahun; (2) Guru yang mengajar dan mengabdi di daerah 3T; (3) Guru yang sudah memiliki memiliki Sertifikat Pendidik.
- Persoalan distribusi nasional yang dikaitkan dengan mutasi bukan kesalahan guru dan jangan dijadikan alibi oleh Pemerintah untuk menyudutkan guru serta menghentikan rekruitmen CPNS guru, sebab semuanya sudah diatur dalam PP No. 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS dan Peraturan BKN No. 5 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Mutasi.